Suherman dkk (2003: 92) menyatakan bahwa:
Suatu masalah
biasanya memuat situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus
dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada
seorang anak dan anak tersebut langsung dapat
menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
masalah.
Selanjutnya, menurut Shadiq dalam
Supinah (2010: 9) menyatakan bahwa:
Masalah merupakan
pertanyaan yang harus dijawab. Namun, tidak semua pertanyaan otomatis akan
menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan
itu menunjukkan adanya suatu tantangan (chellenge)
yang tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui pelaku.
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa masalah adalah suatu
persoalan atau pertanyaan yang bersifat menantang yang tidak dapat diselesaikan
dengan prosedur rutin yang sudah biasa
dilakukan atau sudah diketahui. Lenchner dalam Wardani (2010:15) menyatakan bahwa “memecahkan masalah
adalah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya
ke dalam situasi baru yang belum dikenal”. Gagne
dalam Wena (2012: 52)
menyataka bahwa:
Pemecahan masalah
dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan
yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Pemecahan
masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan
menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan
belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan
seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila seseorang telah
mendapatkan suatu kombinasi perangkat aturan yang terbukti dapat dioperasikan
sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi maka ia tidak saja dapat memecahkan
suatu masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan sesuatu yang baru,
Sesuatu yang dimaksud adalah perangkat prosedur yang memungkinkan seseorang
dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir.
Berdasarkan
definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah
usaha individu untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya
untuk menemukan solusi dari suatu masalah.
Kemampuan
pemecahan masalah merupakan kompetensi dalam kurikulum matematika yang harus
dimiliki siswa. Dalam pemecahan masalah siswa dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan masalah yang bersifat nonrutin.
Suherman dkk (2003: 89) menyatakan bahwa
“melalui
kegiatan pemecahan masalah aspek-aspek
kemampuan matematika
penting seperti penerapan aturan pada
masalah tidak rutin,
penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.”
Dari
kutipan–kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
adalah suatu daya atau kemampuan individu untuk menggunakan pengetahuan,
keterampilan dan pemahamannya dalam rangka menemukan solusi dari suatu masalah. Sumarmo (2013: 5) menyatakan
bahwa seseorang dikatakan memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis
apabila seseorang tersebut mampu :
1.
Mengidentifikasi
unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan
2.
Merumuskan
masalah matematik atau menyusun model matematik
3.
Menerapkan
strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam atau diluar matematika
4.
Menjelaskan
atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal
5.
Menggunakan
matematika secara bermakna.
Polya dalam Afgani
(2011: 4.30) menyatakan
bahwa:
Terdapat empat langkah dalam pemecahan masalah, yakni :
1.
Memahami masalah (understanding
the problem);
2.
Membuat rencana penyelesaian (devise a plan for solving it);
3.
Melaksanakan rencana penyelesaian (carry out your plan);
4.
Mengecek kembali jawaban yang diperoleh (looking back to examine the solution
obtained)
5.
Memahami masalah.